Kamis, 05 Februari 2015

Tagged Under:

Tata Cara Mitoni / Tingkeban

By: Unknown On: 09.27
  • Share The Gag


  • Tata Cara Mitoni / Tingkeban

    UBO RAMPE MITONI/TINGKEBAN
    (Selamatan Tujuh Bulanan)

    Mitoni atau selamatan tujuh bulanan, dilakukan setelah kehamilan seorang ibu genap usia 7 bulan atau lebih. Dilaksanakan tidak boleh kurang dari 7 bulan, sekalipun kurang sehari. Belum ada neptu atau weton (hari masehi + hari Jawa) yang dijadikan patokan pelaksnaan, yang penting ambil hari selasa atau sabtu.  Tujuan mitoni atau tingkeban agar supaya ibu dan janin selalu dijaga dalam kesejahteraan dan keselamatan (wilujeng, santosa, jatmika, rahayu).



    PERSYARATAN :


    1. Bubur 7 macam :
    Kombinasi 7 macam; (1) bubur merah (2) bubur putih (3) merah ditumpangi putih, (4)  putih ditumpangi merah, (5) putih disilang merah, (6) merah disilang putih, (7) baro-baro (bubur putih diatasnya dikasih parutan kelapa dan sisiran gula jawa).
    Bubur putih dimakan oleh sang Ayah. Bubur merah dimakan sang Ibu. Bubur yang lain dimakan sekeluarga

    Bahan;
    Bubur putih gurih (dimasak pake santen) dan bubur merah (dimasak pake gula jawa);
    Bubur ditaruh di piring kecil-kecil;
    2. Gudangan Mateng  (sayurnya direbus) :
    Bahan ; Sayur 7 macam; harus ada kangkung dan kacang. Kangkung dan kacang  panjang jangan dipotong-potong, dibiarkan panjang saja. Semua sayuran direbus.
    Bumbu gudangannya pedas.
    3. Nasi Megono ; Nasi dicampur bumbu gudangan pedes lalu dikukus.
    4. Jajan Pasar ; biasanya berisi 7 macam makanan jajanan pasar tradisional.
    5. Rujak ; bumbunya pedas dengan 7 macam buah-buahan.
    6. Ampyang ; ampyang kacang, ampyang wijen dll (7 macam ampyang). Apabila kesulitan mendapatkan 7 macam ampyang, boleh sedapatnya saja.
    7. Aneka Ragam Kolo ;
    Kolo kependem (kacang tanah, singkong, talas), kolo gumantung (pepaya), kolo merambat  (ubi/ketela rambat); kacang tanah, singkong, talas, ketela, pepaya. direbus kecuali pepaya. Pepaya yang sudah masak. Masing-masing jenis kolo tidak harus semua, tetapi bisa dipilih salah satu saja. Misalnya kolo kependhem; ambil saja salah satu misalnya kacang tanah. Jika kesulitn mencari kolo yang lain; yang penting ada dua macam kolo ; yakni cangelo; kacang tanah  +  ketela (ubi jalar).
    8. Ketan ; dikukus lalu dibikin bulatan sebesar bola bekel (diameter 3-4 cm); warna putih, merah, hijau, coklat, kuning.
    9. Tumpeng nasi putih; kira-kira cukup untuk makan 7 atau 11, atau 17 orang.
    10. Telur ; telur ayam 7 butir.
    11. Pisang ; pisang raja dan pisang raja pulut masing-masing satu lirang/sisir.
    12. Tumpeng tujuh macam warna; tumpeng dibuat kecil-kecil dengan warna yang berbeda-beda. Bahan nasi biasa yang diwarnai.

    TATA CARA
    Tumpeng ditaruh di atas kalo (saringan santan yang baru). Bawahnya tumpeng dialasi daun pisang. Di bawah kalo dialasi cobek agar kalo tidak ngglimpang. Sisa potongan  daun pisang diletakkan di antara cobek dan pantat kalo.

    Sayur 7 macam direbus diletakkan mengelilingi tumpeng, letakkan bumbu gudangannya melingkari tumpeng juga. Telur ayam (boleh ayam kampung  atau ayam petelur) jumlahnya 7 butir, direbus lalu dikupas, diletakkan mengelilingi tumpeng. Masing-masing telur boleh di belah jadi dua. Pucuk tumpeng dikasih sate yang berisi ; cabe merah, bawang merah, telur utuh dikupas kulitnya, cabe merah besar, tancapkan vertikal. (urutan ini dari bawah ke atas; lihat gambar).

    Tusuk satenya dari bambu, posisi berdiri di atas pucuk tumpeng; urutan dari bawah; cabe merah besar posisi horisontal, bawang merah dikupas, telur kupas utuh, bawang merah lagi, paling atas cabe merah besar posisi vertikal.

    Pisang, jajan pasar, 7 macam kolo, dan 7 macam ampyang ditata dalam satu wadah tersendiri, namanya tambir atau tampah tanpa bingkai yg lebar.
    Tambirnya juga yg baru, jangan bekas. Tampah “pantatnya” rata datar, sedangkan tambir pantatnya sedikit agak cembung.
    Tumpeng tujuh macam warna ukuran mini, ditaruh mengelilingi tumpeng besar. Boleh diletakkan di atas sayuran yang mengelilingi tumpeng besar.

    Setelah ubo rampe semua selesai disiapkan, maka dimulailah berdoa. Doa boleh dengan tata cara atau agama masing-masing. Inilah fleksibilitas dan toleransi dalam ajaran Jawa.
    Berikut ini contoh doa menurut tradisi Jawa;

    Diucapkan oleh orang tua jabang bayi (ayah dan ibu);
    “Niat ingsun nylameti jabang bayi, supaya kalis ing rubeda, nir ing sambikala, saka kersaning Gusti Allah. Dadiyo bocah kang bisa mikul dhuwur mendhem jero wong tuwa, migunani marang sesama, ambeg utama, yen lanang kadya Raden Komajaya, yen wadon kadya Dewi Komaratih..kabeh saka kersaning Gusti Allah.

    Apabila orang tua beragama Islam, setelah doa secara tradisi, lalu bacakan surat Maryam atau surat Yusuf. Pilih di antara keduanya sesuai keinginan hati nurani. Jika feeling anda ingin membaca surat Maryam, biasanya jabang bayi lahir perempuan. Bila yang dibaca  surat Yusuf, biasanya jabang bayi lahir laki-laki.

    Dalam tradisi Jawa, yang membuat bumbu rujak dilakukan oleh ibu jabang bayi. Jika bumbunya rasanya asin, biasanya jabang bayi lahir perempuan. Bila tidak kasinen (kebanyakan garam), biasanya lahir laki-laki.

    Akan tetapi karna teknologi medis sudah sedemikian canggih, sampai ditemukan USG empat dimensi, jenis kelamin bayi sudah dapat diketahui lebih dini.

    Acara mitoni atau tingkeban yang kami paparkan di atas adalah tatacara sederhana. Akan tetapi bukan berarti tidak absah, hanya tidak lengkap saja. Sedangkan tatacara yang lengkap yang biasanya masih dilakukan di kraton-kraton dan masyarakat Jawa yang masih kuat memegang tradisi. Rangkaian acara untuk upacara mitoni secara lengkap urut-urutannya yaitu;

    Siraman, memasukkan telor ayam kampung di dalam kain calon ibu dilakukan oleh calon bapak, ganti baju tujuh kali,  brojolan (memasukkan kelapa gading muda), memutus benang lawe atau lilitan benang (atau janur), memecah wajan dan gayung, mencuri telor dan terakhir kendhuri.

    Catatan;
    Acara siraman hanya diselenggarakan untuk mitoni anak pertama.

    Selamat melaksanakan mitoni atau tingkeban semoga menjadi anak yang linuwih, mikul dhuwur mendhem jero pada orang tua, berguna untuk sesama, masyarakat, agama, dan negara.

    0 comments:

    Posting Komentar